Sabtu, 14 Rabi'ul Awwal 1437 H
_
Masalah-Masalah Fiqih (bag. 2)
➖➖➖➖➖
Kehalalan Bangkai Hewan Laut
Hewan laut atau air dibagi oleh para ulama menjadi dua:
1⃣ Hewan air yang hanya hidup di dalam air, dan bila keluar ke daratan, maka akan mati seperti hewan yang disembelih. Contohnya: ikan dan sejenisnya.
2⃣ Hewan air yang dapat hidup di daratan juga, dinamakan sebagian orang dengan al-barma`i (yang hidup di dua alam), seperti buaya, kepiting, dan sejenisnya.
Para ulama berbeda pendapat dalam hukum memakan hewan air dalam beberapa pendapat:
a). ➖ Seluruh hewan laut halal. Inilah pendapat madzhab Malikiyah dan Asy-Syafi’iyah.
Mereka berdalil dengan keumuman firman Allah:
أُحِلَّ لَكُمْ صَيْدُ الْبَحْرِ وَطَعَامُهُ مَتَاعًا لَكُمْ وَلِلسَّيَّارَةِ وَحُرِّمَ عَلَيْكُمْ صَيْدُ الْبَرِّ مَا دُمْتُمْ حُرُمًا وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ
"Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut, sebagai makanan yang lezat bagimu dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan. Dan diharamkan atasmu (menangkap) binatang buruan darat, selama kamu dalam ihram. Dan bertakwalah kepada Allah yang kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan." (QS. Al-Maidah: 96)
Dan hadits Abu Hurairah yang kita bahas ini. Ayat dan hadits ini bersifat umum pada semua hewan laut.
b). ➖ Seluruh hewan laut atau [hewan] air [adalah] halal, kecuali katak, buaya, dan ular. Ini adalah pendapat madzhab Hanbaliyah.
Mereka berdalil dengan keumuman ayat dan hadits yang digunakan argumen oleh pendapat pertama. Mengecualikan katak karena [katak merupakan] hewan yang dilarang [untuk] membunuhnya. Mengecualikan buaya karena ia buas, pemangsa dengan taringnya dan memangsa manusia. Sedangkan ular karena termasuk yang menjijikkan.
c). ➖ Semua yang ada dalam laut diharamkan, kecuali ikan. Ikan dihalalkan untuk dimakan kecuali yang sudah mati mengambang di permukaan laut. Ini adalah pendapat madzhab Abu Hanifah.
Mereka berdalil pada keumuman firman Allah:
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ وَأَنْ تَسْتَقْسِمُوا بِالْأَزْلَامِ ذَلِكُمْ فِسْقٌ
"Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya. Dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala, dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan." (QS. Al-Mâidah: 3)
Dalam ayat ini, Allah tidak merinci antara hewan laut dengan darat, sehingga berlaku umum.
Juga firman Allah:
يَأْمُرُهُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ
"..Yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma'ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar, dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk." (QS. Al-A’raf: 157)
Selain ikan, semua hewan laut buruk (khabîts), seperti kepiting dan lain-lainnya.
d). ➖ Dibolehkan memakan hewan laut selain ikan. Apabila yang serupa dengannya dari hewan darat, halal dimakan. Misalnya: babi laut diharamkan, karena babi darat diharamkan; anjing laut haram, karena anjing darat haram.
Ini adalah satu di antara pendapat dalam madzhab Syafi’iyah dan satu pendapat dari madzhab Hanbaliyah.
Dalilnya adalah qiyâs (analogi) hewan laut dengan hewan darat, karena kesamaan nama, maka diberi hukum yang sama.
✅✅ Pendapat yang rajih:
Syaikh Prof. Dr. Shalih bin Abdullah bin Fauzan Al-Fauzan merajihkan pendapat madzhab Malikiyah dengan dasar kuatnya dalil mereka dan tidak adanya dalil yang mengkhususkan keumuman dalil-dalil mereka.
Kemudian, Syaikh membantah pendapat yang lainnya dengan menyatakan, "Dalil yang digunakan pendapat yang mengharamkan bangkai hewan laut berupa keumuman firman Allah:
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ
'Diharamkan bagimu (memakan) bangkai,' (QS. Al-Mâidah: 3)
maka jawabnya adalah, ini [adalah] umum yang sudah dikhususkan dengan sabda Nabi tentang air laut:
هُوَ الطَّهُوْرُ مَاؤُهُ، الْحِلُّ مَيْتَتُهُ
.
Sedangkan argumen mereka dengan keumuman firman Allah:
وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ
'Dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk..' (QS. Al-A’raf:157),
dalam mengharamkan kepiting, ular, dan sejenisnya dari hewan laut, maka tidak bisa diterima perihal, 'Ini semua adalah khabiîts (buruk/menjijikkan).' Sekedar klaim, 'Ini termasuk yang menjijikkan,' tidak mengalahkan kegamblangan dalil-dalil (yang membolehkan). Sedangkan qiyâs (analogi) mereka, 'Semua yang ada di laut dengan hewan darat yang dilarang,' maka ini tidak sah, karena menyelisihi nash syari'at." (Al-Ath’imah hlm. 78-79)
Demikian juga Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin merajihkan keumuman ini dalam pernyataan beliau, "Yang benar adalah tidak dikecualikan satupun dari hal itu. Semua hewan laut (air) yang tidak hidup kecuali di air adalah halal, baik yang hidup ataupun bangkainya, karena keumuman ayat yang telah kami sampaikan terdahulu." (Syarhul Mumti’ 15/35)
Wallâhu a’lam.
➖➖➖➖➖
Grup WA Kajian Hadits ~ KlikUK.com
• Ustadz Kholid Syamhudi, Lc.
• Bab Air
• Syarah Hadits 1
• Halaqah 14 dari 14 : Masalah-Masalah Fiqih 02 (end)
Kritik dan saran
• KH-Center : 0822-1111-4443 (WA)
Belum ada tanggapan untuk "Bulughul Maram (039): Hadits ke-1 (14): Masalah-Masalah Fiqih (02)"
Posting Komentar