Kamis pagi, 28 Rabî'ul Akhir 1438 H
_
JANGAN TANGISI HARI YANG BERLALU
(Oleh: Ustâdz Abu Fairuz Ahmad Ridwan, Lc.)
Awal mula kekacauan muncul di negeri-negeri Arab sejak lelaki yang bernama Mohamed Bouazizi membakar dirinya sebagai tanda protes atas kezaliman penguasa yang tidak berpihak kepada rakyatnya. Ia membakar diri setelah gerobak sayurnya dirampas oleh polisi yang melarangnya berjualan di kaki lima.
Aksi bakar diri Bouazizi kemudian dianggap sebagai aksi heroisme dan awal dari gerakan revolusi rakyat Tunisia.
Pasca aksi bakar diri itu, hampir seluruh rakyat beserta para Intelektual, pejuang HAM, dan kaum Oposisi melakukan demo besar-besaran memprotes pemerintah.
Demonstrasi yang menelan tidak kurang dari selusinan korban tewas ini akhirnya mampu menggulingkan rezim Ben Ali yang memilih melarikan diri ke Arab Saudi pada 14 Januari 2011.
Apakah setelah itu semua dianggap selesai dan Tunisia menjadi aman?
Jawabannya: Tidak, bahkan hingga kini kekacauan politik terus mendera, keamanan tercabut, dan rakyat dalam derita nestapa yang tak berkesudahan.
Tak sampai di situ saja, aksi bakar diri yang dilakukan Mohamed Bouazizi ini menjadi inspirasi dan virus yang menyebar di kalangan pemuda Arab untuk melakukan aksi serupa di negaranya. Karena selain Tunisia, rakyat di Aljazair, Mesir, dan Mauritania kabarnya juga mengalami kesulitan hidup seperti yang terjadi di Tunisia.
Berbagai demonstrasi dan teriakan revolusi telah berhasil menggulingkan rezim-rezim Arab. Kaddafi tewas menggenaskan, Saddam Husain mati digantung, Husni mubarak tumbang menjadi pesakitan...
Tahukah Anda, apakah setelah itu semua para demonstran menjadi bahagia dan berjaya..?
Negeri mereka menjadi simbol keadilan dan kemakmuran..?
Jawabnya: Tidak. Sejak saat itu negeri-negeri tersebut tak henti dilanda kekacauan dan kehancuran.
Saban saat darah anak bangsa tertumpah, harta benda hilang, nyawa melayang. Supremasi hukum tidak tegak, KKN semakin merajalela, dan kemiskinan semakin melanda.
Negeri mereka menjadi bulanan bangsa-bangsa besar dengan segala kepentingannya. Bagaikan vampir-vampir ganas mereka menghisap habis semua kekayaan mereka.
Tiada hari tanpa kekerasan dan tangisan, perampokan dan peperangan. Fitnah merebak dan tak dapat dibendung. Pendidikan terbengkalai, ibadah tak nyaman, bagaikan hidup di atas bara api.
Kini mereka menagisi kesalahan fatal mereka setelah "nasi telah menjadi bubur". Berandai-andai kalau saja mereka mampu mengembalikan gugusan hari-hari yang berlalu, bersabar dengan kezaliman penguasa.
Nabi kita ( صلى الله عليه وسلم –ed.) telah ingatkan jauh-jauh hari, agar tidak memberontak kepada penguasa muslim sedahsyat apa pun kezalimannya.
من كره من أميره شيئا فليصبر عليه فإنه ليس أحد خرج من السلطان شبرا فمات عليه إلا مات ميتة جاهلية.(أخرجه البخاري ومسلم)
"Barangsiapa yang tidak menyenangi sesuatu dari perilaku penguasanya, maka hendakya ia bersabar. Sesungguhnya siapa pun yang keluar memberontak kepada penguasanya meski sejengkal, dan ia mati, melainkan mati dalam keadaan jahiliyyah." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Dalam hadis ini, Nabi ( صلى الله عليه وسلم –ed.) menyuruh kita untuk bersabar terhadap kejelekan penguasa, bukan memberontak dan mengajak rakyat menggulingkan penguasanya.
- - -
Zaman ini adalah zaman orang-orang menganggap pahlawan siapa saja yang berani vokal menjelek-jelekkan penguasa. Menganggap hebat orang yang berteriak-teriak lantang menyuarakan revolusi.
Para pecundang yang akan membawa bangsa ke jurang kehancuran, dinobatkan menjadi pahlawan dan pemimpin besar bagi kaum muslimin.
Mereka tidak tau betapa nikmatnya rasa aman damai di negeri ini: dapat mendengar suara azan lima waktu sehari semalam, dapat mendatangi masjid dan kajian, madrasah-madrasah tegak tanpa halangan, para ulama dan penimba ilmu bebas mendakwahkan ilmu mereka...
Kenikmatan yang ingin diraih penduduk Suria, Libiya, Tunisia, Mesir, Irak, maupun Yaman.. itu pula yang ingin kita gantikan dengan teriakan revolusi dusta yang membahana gaungnya.
Kenapa kita tidak mengambil pelajaran dari pristiwa 98, yang membuat negeri ini morat-marit, bukan lebih tentram dan damai, bahkan segalanya merosot drastis..?
Apakah akan kita perparah lagi seruan revolusi dengan mengotori makna takbir yang kita suarakan..?
Berkata Imam An-Nawawi, ulama terkemuka bermazhab Syafi'i, yang kita selalu banggakan:
" وأما الخروج عليهم وقتالهم فحرام بإجماع المسلمين وإن كانوا فسقة ظالمين"
"Adapun keluar memberontak kepada mereka (penguasa muslim) dan memerangi mereka adalah haram dengan ijma' (kesepakatan –ed.) kaum muslimin, meskipun mereka berbuat kefasikan dan kezaliman.
وقد تظاهرت الاحاديث بمعنى ما ذكرت وأجمع أهل السنة على أنه لا ينعزل السلطان بالفسق
Banyak sekali keterangan dari hadis-hadis tentang apa yang kusebutkan tadi dan telah tegak ijma' (kesepakatan –ed.) Ahlus Sunnah bahwa seorang pemimpin tidak dapat dimakzulkan disebabkan kefasikannya." (Syarh An-Nawawi atas Shahih Muslim, 12/228)
Siapa saja yang mengajakmu mencela penguasa, memberontak kepada mereka, menciptakan kekacauan di mana-mana dengan mengerahkan rakyat banyak untuk menekan penguasa, maka pahamilah bahwa dia itu imam Ahlul Bid'ah dan bukan dari Ahlus Sunnah, kecuali "nyamar" berpura-pura menjadi Ahlus Sunnah untuk merusak kedamaian Ahlus Sunnah yang sesungguhnya.
Sebab, jika negeri ini bersimbah darah antara rakyat dan penguasanya, maka sudah pasti kelompok Islam sempalan semisal Rafidhah (Syi'ah –ed.) pasti akan berani tunjukkan "taring-taringnya" untuk meraih keuntungan dengan memancing di air keruh. Belum lagi musuh-musuh di luar Islam akan tertawa melihat kita berpecah belah dan dengan tanpa susah payah untuk menikmati manisnya negeri yang kaya raya ini.
-------------------------
🏡 Solo, 27 Rabiul Akhir 1438 H (25-Jan-2017)
✏️ Abu Fairuz Ahmad Ridwan, Lc.
•••••••••••••••••••••••••••••••••
Sumber: Postingan FB Ustâdz Abû Ja'far Cecep Rahmat, Lc. ( https://facebook.com/story.php?story_fbid=10208880403309159&id=1287020563 ) dengan sedikit perbaikan tanpa menghilangkan keautentikan
Belum ada tanggapan untuk "Jangan Sampai Menangisi Hari-Hari yang Berlalu"
Posting Komentar