Pages

Senin, 29 Agustus 2016

Mengenal Allah (01): Pentingnya Mengenal Allah, Rasul Allah, dan Agama Islam

Selasa pagi, 27 Dzulqa'dah 1437 H
_

#Mengenal_Allah (01)

〰〰〰〰〰〰〰〰〰

PENTINGYA MENGENAL ALLAH, RASULULLAH, DAN AGAMA ISLAM 

بسم الله الرحمن الرحيم

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

الحمدلله والصلاة والسلام على رسول الله و على آله وصحبه أجمعين
.

[Ini adalah] halaqah [pertemuan –ed.] yang pertama dari Silsilah yang berjudul "Mengenal Allah".

👉 Al-Imâm Ahmad -rahimahullâh- telah mengeluarkan, di dalam Musnad-nya, sebuah hadits yang asalnya ada di dalam Shahîh Muslim, yang isinya bahwa setiap manusia apabila dikuburkan, maka akan ditanya oleh dua malâikat tentang tiga perkara:
✔️ Siapa Tuhan-mu?
✔️ Siapa nabimu? dan
✔️ Apa agamamu?

👆 Oleh karena itu, kewajiban seorang muslim dan juga muslimah untuk mempersiapkan diri.

👉 Dan perlu diketahui bahwasanya untuk menjawab pertanyaan tersebut tidak cukup dengan menghafal, sebab seandainya menghafal itu cukup, niscaya orang munafiq bisa menjawab pertanyaan.

👉 Tapi perkaranya di sini, kaum muslimîn, perlu pemahaman dan juga pengamalan.

👉 Barangsiapa di dunia dia:
✔️ mengenal Allâh dan memenuhi hak-Nya,
✔️ mengenal Nabi Muhammad -shallallâhu 'alaihi wasallam- dan memenuhi haknya,
✔️ [serta] mengenal agama Islâm dan mengamalkan isinya,

maka diharapkan dia bisa menjawab pertanyaan dengan baik dan mendapatkan kenikmatan di dalam kuburnya.

👉 Namun, apabila dia:
✖️ tidak mengenal siapa Allâh dan memenuhi hak-Nya,
✖️ tidak mengenal Nabi Muhammad -shallallâhu 'alaihi wasallam- dan juga tidak memenuhi haknya,
✖️ [serta] tidak atau kurang mengenal ajaran Islâm dan tidak mengamalkannya,

maka ditakutkan dia tidak bisa menjawab pertanyaan. Akibatnya, siksa kubur yang akan dia dapatkan.

Semoga Allâh Subhânahu wa Ta'âlâ memudahkan kita, keluarga kita, dan orang-orang yang kita cintai untuk bisa mengenal Allâh, mengenal Nabi Muhammad -shallallâhu 'alaihi wasallam-, dan juga mengenal agamanya.

Itulah halaqah yang pertama, dan sampai bertemu kembali pada halaqah selanjutnya.

و بالله التوفيق والهداية 
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
.

Saudaramu, 'Abdullâh Roy

____________________________

🌍 Ditranskrip oleh Admin www.Almufid.Net dari materi HSI[dot]AbdullahRoy[dot]com
✏️ Senin, 26 Dzulqa'dah 1437 H / 29 Agustus 2016 M
👤 Ustadz 'Abdullah Roy, M.A. (Pengajar resmi di Masjid Nabawiy, Madinah) 
📘 Silsilah Mengenal Allah
🔊 Halaqah 01 | Pentingnya Mengenal Allah, Rasulullah, dan Agama Islam

Minggu, 07 Agustus 2016

Kitabul Jami' (10): Adab Memberi Salam ketika Terdapat Banyak Orang

Malam Senin, 5 Dzulqa'dah 1437 H

#KITABUL_JAMI' (10), HADITS KE-8

~~~~~~~~~~~~~~~~~~

ADAB-ADAB MEMBERI SALAM DALAM ROMBONGAN


الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله
.

Ikhwān dan akhawāt,

السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
.

Kita masuk pada halaqah yang ke-11 dari Bābul Ādab, hadits dari 'Ali bin Abi Thālib radhiyallāhu Ta'ālā 'anhu, beliau berkata: Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wasallam bersabda,

ٍيُجْزِئُ عَنْ اَلْجَمَاعَةِ إِذَا مَرُّوا أَنْ يُسَلِّمَ أَحَدُهُمْ, وَيُجْزِئُ عَنْ اَلْجَمَاعَةِ أَنْ يَرُدَّ أَحَدُهُمْ
"Cukuplah jika ada sekelompok orang (sebuah jama'ah) jika melewati jama'ah yang lain, (maka cukup salah seorang dari jama'ah yang lewat tersebut) satu orang memberi salam. Demikian juga jama'ah yang disalami, maka cukup satu orang bagi mereka untuk membalas salam tersebut." (HR. Ahmad dan Al-Baihaqi)

👉 Para ikhwān dan akhawāt yang dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta'āla, hadits ini sanadnya lemah, karena dalam sanadnya ada seorang rawi [periwayat hadits -ed.] yang bernama Sa'īd bin Al-Khuzā'i Al-Madani, dan dia adalah rawi yang dha'īf.
📌 Al-Imam Al-Bukhari menyatakan, "Fīhi nazhar."
📌 Abu Hatim dan Abu Zur'ah mengatakan, "Dha'īful hadits (haditsnya lemah)."
📌 Ad-Dāruquthni mengatakan, "Laisa bil-qawiy (orangnya tidaklah kuat)." 

Oleh karenanya, secara sanadnya, hadits ini adalah lemah.

👉 Akan tetapi, Syaikh Al-Albani rahimahullāhu Ta'āla menyebutkan syawāhid yang menguatkan hadits ini.
📌 Syawahid adalah hadits-hadits yang maknanya sama, tetapi diriwayatkan dari shahabat-shahabat yang lain.
📌 Dan syawāhid tersebut seluruh sanadnya juga lemah. Oleh karenanya, Syaikh Al-Albani mengatakan:

لعل الحديث بهذه الطروق يتوقف فيسير حسنا
"Mungkin, dengan banyaknya jalan-jalan yang lain dari hadits ini, maka hadits ini naik derajatnya menjadi hadits yang hasan."

👉 Oleh karenanya, hadits ini juga di-hasan-kan oleh Syaikh Al-Bassam dalam kitabnya, Taudhih Al-Ahkām.

👉 Intinya, wallāhu a'lam bish-shawāb, hadits ini ada yang men-dha'īf-kan dan ada yang meng-hasan-kan.

👉 Hadits ini menjelaskan bahwasanya di antara adab yang berkaitan dengan memberi salam, yaitu:

📌 Jika ada sekelompok jama'ah yang melewati jama'ah yang lain, maka cukup yang memberi salam satu [orang], karena hukumnya adalah fardhu kifāyah.

اذا قام به البعض سقط عن الباقين
Kalau seorang sudah melakukannya, maka yang lain tidak perlu (tidak wajib) lagi untuk mengucapkan salam.

📌 Demikian juga dalam hal menjawab salam, jika ada seorang datang kemudian memberi salam kepada jama'ah, "Assalāmu'alaikum," maka jama'ah tersebut tidak wajib seluruhnya untuk menjawab, tetapi satu pun sudah cukup. Akan tetapi, para ulama mengatakan: 

✔️ Seandainya, mereka menjawab seluruhnya, maka ini lebih baik, lebih afdhal.
✔️ Demikian juga, seandainya, mereka -jama'ah ini- seluruhnya memberi salam dengan suara ramai-ramai, "Assalāmu'alaIkum," maka ini juga lebih afdhal karena hadits:

أَفْشُوا السَّلامَ
(Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wasallam mengatakan), "Tebarkanlah salam." (HR. Muslim no. 81 [versi Syarhu Shahih Muslim no. 54] dari Shahabat Abu Hurairah)

👉 Hadits ini umum, yang karenanya, boleh siapa saja (berhak) untuk memberikan salam. Oleh karenanya, jika jama'ah ramai-ramai memberi salam atau jama'ah ramai-ramai menjawab salam, maka ini lebih afdhal.
📌 Akan tetapi, tidak wajib.
📌 Yang wajib (adalah) cukup 1 (orang) yang memberi salam, dan wajib 1 (orang) menjawab.

Ini diantara adab salam yang diajarkan oleh Nabi shallallāhu 'alayhi wasallam dalam hadits ini.

👉 Kemudian, ada adab yang lain yang mungkin kita perlu sampaikan juga. Dalam Al-Qurān, Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:

وَإِذَا حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا
"Jika kalian diberi salam dengan suatu salam, maka jawablah dengan salam yang lebih baik atau yang semisalnya." (QS. An-Nisā` [4]: 86)

Ini penting, yā ikhwān dan akhawāt.

📌 Kalau kita bertemu dengan seorang saudara kita, kemudian dia memberi salam, "Assalāmu'alaikum warahmatullāhi wabarakātuh," maka hendaknya kita menjawab dengan jawaban yang sempurna, [dengan] mengatakan, "Wa'alaikumussalāmu warahmatullāhi wabarakātuh." 

📌 Kalau dia mengatakan, "Assalāmu'alaikum," (maka) kita bisa jawab, "Wa'alaikumussalām," atau minimal kita tambah [dengan] mengatakan, "Wa'alaikumussalāmu warahmatullāh."

👉 Jadi, kita berusaha menjawab salam sebagaimana apa yang dia sampaikan atau lebih baik daripada apa yang dia sampaikan.

Demikian juga dalam [hal] secara lafazh.

👉 Demikian juga dalam hal, misalnya, saudara kita datang memberi salam kepada kita dengan wajah tersenyum, dengan memandang kita, maka kita berusaha memandangnya dan kita juga berusaha senyum dengan dia, karena:

📌 Sebagian orang -mungkin- karena ada keangkuhan dalam dirinya, jika ada yang memberi salam kepada dia, maka dia jawab dengan tanpa senyum atau dia menjawab tanpa melihat orang yang memberi salam kepada dia. Ini adalah keangkuhan, yā ikhwān.  Allāh mengatakan:

فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا
"Jawablah dengan lebih baik atau yang sama."

• Kalau dia senyum, minimal kita senyum.
• Kalau dia senyumnya berseri, kita berseri-seri.

Harusnya demikian. Ini adab yang diajarkan oleh Islam.

👉 Oleh karenanya, [hendaknya] seorang berusaha menebarkan salam, menjalankan sunnah Nabi shallallāhu 'alayhi wasallam. Dalam hadits, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wasallam mengatakan:

لا تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا، وَلا تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوا، أَوَلا أَدُلُّكُمْ عَلَى شَيْءٍ إِذَا فَعَلْتُمُوهُ تَحَابَبْتُمْ؟ أَفْشُوا السَّلامَ بَيْنَكُمْ
"Kalian tidak akan masuk surga sampai kalian beriman, dan kalian tidak akan beriman kecuali sampai kalian saling mencintai. Maukah aku tunjukkan kepada kalian tentang suatu amalan yang jika kalian lakukan maka kalian akan saling mencintai? Maka, tebarkanlah salam di antara kalian." (HR. Muslim no. 81 [versi Syarhu Shahih Muslim no. 54] dari Shahabat Abu Hurairah)

👉 Maka, kita jangan malas untuk memberi salam. (Saat) ketemu saudara kita, (maka) kita beri salam, (atau) kita kirim salam kepada saudara kita.

👉 Betapa keindahan yang masuk ke dalam hati seseorang tatkala dikatakan, "Si Fulān memberikan salam kepada engkau," kemudian kita mengatakan, "Kirim salam balik kepada dia."

Ini semua dalam rangka meningkatkan ukhuwah.

👉 Maka, jangan angkuh untuk memberi salam dan jangan angkuh juga untuk menjawab salam.

وبالله التوفيق
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
.

______________________________

🌍 BimbinganIslam[dot]com
Selasa, 28 Syawwal 1437 H / 02 Agustus 2016 M
👤 Ustadz Firanda Andirja, M.A. (Pengajar resmi di Masjid Nabawi, Madinah)
📗 Kitābul Jāmi' | Bulūghul Marām
🔊Hadits ke-8 | Adab-Adab Memberi Salam dalam Rombongan


📦 Donasi Operasional dan Pengembangan Dakwah Group Bimbingan Islam
| Bank Mandiri Syariah
| Kode Bank 451
| No. Rek : 7103000507
| A.N : YPWA Bimbingan Islam
| Konfirmasi Transfer : +628-222-333-4004

📮 Saran dan Kritik
Untuk pengembangan dakwah group Bimbingan Islam silahkan dikirim melalui
SaranKritik@bimbinganislam[dot]com



Kitabul Jami' (09): Adab-Adab dalam Memberi Salam

Malam Senin, 5 Dzulqa'dah 1437 H
 _

 #KITABUL_JAMI' (09), HADITS KE-7

 ~~~~~~~~~~~~~~~~~~



ADAB-ADAB MEMBERI SALAM 
   
بسم اللّه الرحمن الرحيم
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
.

Kita masuk pada halaqah yang ke-10 dari Bābul Ādāb, dari Kitābul Jāmi' dalam kitab Bulūghul Marām.

👉 Al-Hāfizh Ibnu Hajar membawakan hadits dari Abū Hurairah radhiyallāhu Ta'ālā 'anhu, di mana Abū Hurairah berkata: Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wasallam bersabda, 

لِيُسَلِّمِ الصَّغِيرُ عَلَى الْكَبِيرِ, وَالْمَارُّ عَلَى الْقَاعِدِ, وَالْقَلِيلُ عَلَى الْكَثِيرِ
"Hendaknya yang muda memberi salam kepada yang lebih tua, yang berjalan hendaknya memberi salam kepada yang duduk, dan yang sedikit memberi salam kepada yang banyak." (Muttafaqun 'alaih: diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 5763, [versi Fat-hul Bari no. 6231] dan Muslim no. 4019 [versi Syarhu Shahih Muslim no. 2160]. Lafazh ini milik Imam Al-Bukhari).

👉 Kata Al-Hāfizh Ibnu Hajar:

وَفِي رِوَايَةٍ لِمُسْلِم: وَالرَّاكِبُ عَلَى الْمَاشِي
Dan dalam riwayat lain, dalam Shahīh Muslim (kata Nabi shallallāhu 'alayhi wasallam), "Yang berkendaraan hendaknya memberi salam kepada yang berjalan." (HR. Muslim no. 4019 [versi Syarhu Shahih Muslim no. 2160])

⇒ Hadits ini memberikan penjelasan tentang perkara yang sunnah tatkala bertemu (antara) 2 orang muslim, atau sekelompok muslim dengan sekelompok yang lainnya.

👉 Tentu indah Islam (itu), mengajarkan, yang satu memberi salam kepada yang lainnya, karena di antara sunnah adalah " أَفْشُوْا السَّلاَم " (menebarkan salam).

👉 Karena, menebarkan salam akan:
✓ Menumbuhkan kedekatan ukhuwah islamiyah.
✓ Menambahkan keimanan di antara kaum muslimin.

👉 Diantara adab-adab dalam memberi salam, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wasallam mengajarkan 4 adab:

■ ADAB PERTAMA

لِيُسَلِّمِ الصَّغِيرُ عَلَى الْكَبِيرِ
(Kalau bertemu antara yang muda dengan yang tua, maka) yang muda hendaknya yang dahulu memberi salam.

⇒ Dan ini menunjukkan akan penghormatan kepada yang tua; yang muda hendaknya menghormati yang tua dan yang tua tentunya harus sayang kepada yang muda.

■ ADAB KEDUA

وَالْمَارُّ عَلَى الْقَاعِدِ
Orang yang berjalan (yang sedang lewat) hendaknya dia beri salam kepada yang duduk.

⇒ Ini mengajarkan kesopanan, yang lewat memberi salam kepada yang duduk.

■ ADAB KETIGA

وَالْقَلِيلُ عَلَى الْكَثِيرِ
(Yang jumlahnya sedikit tatkala bertemu dengan jumlahnya yang banyak, maka) yang jumlahnya sedikit menghormati yang jumlahnya banyak dengan mendahului memberi salam kepada mereka.

■ ADAB KEEMPAT

وَالرَّاكِبُ عَلَى الْمَاشِي
Yang naik kendaraan hendaknya memberi salam kepada yang sedang berjalan.

👉 Kenapa sebagian ulama mengatakan demikian?
✔️ Karena orang yang naik kendaraan maka seakan-akan ada sesuatu rasa yang tinggi dalam hatinya, entah karena kendaraan yang mewah, bisa jadi, sementara yang berjalan kaki tidak diberi nikmat memiliki kendaraan oleh Allāh.
✔️ Maka, kata para ulama, di antara bentuk syukur dia kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla, di mana telah diberikan kemudahan dengan diberi tunggangan (kendaraan), maka hendaknya dia tawādhu', kemudian dia memberi salam kepada orang yang tidak diberi nikmat oleh Allāh berupa kendaraan.

👉 Ikhwan dan akhawat yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla, ini semua -dijelaskan oleh para ulama- hukumnya [adalah] sunnah, artinya:
✓ Boleh yang besar dahulu memberi salam kepada yang kecil.
✓ Boleh yang sedang duduk memberi salam kepada yang berjalan.
✓ Boleh yang jumlahnya lebih banyak memberi salam kepada yang jumlahnya lebih sedikit.
✓ Boleh yang sedang berjalan memberi salam kepada yang naik kendaraan.

Namun, sunnahnya adalah sebaliknya. Jadi, ini hukumnya
adalah sunnah, dan tidak wajib.

👉 Terkadang, yang lebih tua memberi salam kepada yang kecil dalam rangka untuk membuat dirinya tawādhu' dan dalam rangka untuk mengajarkan anak-anak kecil [untuk]  menghidupkan sunnah memberi salam, sebagaimana telah dilakukan oleh Nabi shallallāhu 'alayhi wasallam; merupakan sunnah, kita mulai memberi salam kepada anak-anak kecil.

👉 Dalam hadits Anas radhiyallāhu Ta'ālā 'anhu, beliau berkata:

أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلّى اللّه عليه وسلّم مَرَّ عَلَى غِلْمَانٍ فَسَلَّمَ عَلَيْهِمْ
"Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wasallam melewati anak-anak, dan Rasūlullāh memberi salam kepada mereka." (HR. Muslim no. 4031 [versi Syarhu Shahih Muslim no. 2168])

⇒ Ini mengajarkan:

⑴ Agar anak-anak menjawab salam.
Bahwasanya agar sunnah memberi salam hidup.

⑵ Tawādhu'.
Kita (yang lebih tua) yang dahulu memberi salam. Meskipun mereka masih kecil (lebih muda), kita menunjukkan rasa sayang kita kepada mereka, maka kita yang dahulu memberikan salam, sehingga menunjukkan tawādhu' yang ada pada diri kita.

Demikianlah, ikhwan dan akhawat yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla, sebagian dari adab salam. In syā Allāh, kita akan lanjutkan pada kajian kita berikutnya.


السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
.

______________________________

🌍 BimbinganIslam[dot]com
Senin, 27 Syawwal 1437 H / 01 Agustus 2016 M
👤 Ustadz Firanda Andirja, M.A. (Pengajar resmi di Masjid Nabawi, Madinah)
📗 Kitābul Jāmi' | Bulūghul Marām
🔊 Hadits ke-7 | Adab-Adab Memberi Salam


📦 Donasi Operasional dan Pengembangan Dakwah Group Bimbingan Islam
| Bank Mandiri Syariah
| Kode Bank 451
| No. Rek : 7103000507
| A.N : YPWA Bimbingan Islam
| Konfirmasi Transfer : +628-222-333-4004

📮 Saran dan Kritik
Untuk pengembangan dakwah group Bimbingan Islam silahkan dikirim melalui
SaranKritik@bimbinganislam[dot]com

Lentera Wahyu (14): Hakikat Perbekalan

Lentera Wahyu [14]
Hakikat Perbekalan 

Dari Al-Barâ` bin ‘Âzib radhiyallâhu ‘anhumâ, beliau bertutur, “Kami pernah bersama Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam pada sebuah jenazah, kemudian beliau duduk di pinggir kubur, lalu menangis hingga membasahi tanah. Beliau bersabda, 

يَا إِخْوَانِى لِمِثْلِ هَذَا فَأَعِدُّوا
Wahai saudara-saudaraku, untuk (keadaan) seperti ini hendaknya kalian bersiap.’.” [Diriwayatkan oleh Ahmad, Ibnu Majah, dan selainnya. Baca Ash-Shahîhah no. 1751] 

Fb: Dzulqarnain M. Sunusi - dzulqarnain.net
Twitter: @DzulqarnainMS

Lentera Wahyu (13): Lima Perkara Sebelum Datang Lima Perkara

Lentera Wahyu [13]
Lima Perkara Sebelum Datang Lima Perkara 

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallâhu ‘anhumâ, dari Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda kepada seorang lelaki sembari menasihati lelaki itu, 

اغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ : شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ ، وَصِحَتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ ، وَغِنَاكَ قَبْلَ فَقْرِكَ ، وَفَرَاغَكَ قَبْلَ شُغْلِكَ ، وَحَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ
Manfaatkan segera lima perkara sebelum (datang) lima perkara: waktu mudamu sebelum (datang) waktu tuamu, kesehatanmu sebelum (datang) sakitmu, kekayaanmu sebelum (datang) kefakiranmu, waktu luangmu sebelum (datang) waktu sibukmu, dan kehidupanmu sebelum (datang) kematianmu.” [Diriwayatkan oleh Al-Hakim dan selainnya. Di-shahih-kan oleh Al-Albany rahimahullâh

Fb: Dzulqarnain M. Sunusi - dzulqarnain.net
Twitter: @DzulqarnainMS

Lentera Wahyu (12): Jalan Keselamatan

Lentera Wahyu [12]
Jalan Keselamatan 

Dari ‘Uqbah bin ‘Amir Al-Juhany radhiyallâhu ‘anhu, beliau berkata, “Wahai Rasulullah, apa yang dimaksud dengan keselamatan itu?” Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam menjawab, 

أَمْسِكْ عَلَيْكَ لِسَانَكَ وَلْيَسَعْكَ بَيْتُكَ وَابْكِ عَلَى خَطِيئَتِكَ
Jagalah lisan engkau, hendaknya engkau merasa lapang dengan rumahmu, dan tangisilah kesalahanmu.” [Diriwayatkan oleh At-Tirmidzy dan selainnya. Shahîh At-Targhîb dan Ash-Shahîhah

Fb: Dzulqarnain M. Sunusi - dzulqarnain.net
Twitter: @DzulqarnainMS

Lentera Wahyu (11): Dahsyatnya Api Neraka

Lentera Wahyu [11]
Kedahsyatan Api Neraka 

Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam bersabda kepada Jibril ‘alaihissalâm

مَا لِيْ لَا أَرَى مِيْكَائِيْلَ ضَاحِكًا قَطُّ قَالَ مَا ضَحِكَ مِيْكَائِيْلُ مُنْذُ خُلِقَتِ النَّارُ
Mengapa saya sama sekali tidak pernah melihat Mika`il tertawa?
(JIbril) menjawab, Mika`il tidak pernah tertawa semenjak neraka diciptakan.” [Di-hasan-kan oleh Al-Albany dengan seluruh jalurnya dalam Ash-Shahîhah dan Shahîh At-Targhîb

Fb: Dzulqarnain M. Sunusi - dzulqarnain.net
Twitter: @DzulqarnainMS

Lentera Wahyu (10): Mata yang Terjaga dari Api Neraka

Lentera Wahyu [10]
Mata yang Terjaga dari Api Neraka 

Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam bersabda, 

ثَلَاثَةٌ لَا تَرَى أَعْيُنُهُمُ النَّارَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ : عَيْنٌ بَكَتْ مِنْ خَشْيَةِ اللهِ وَعَيْنٌ حَرَسَتْ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ وَعَيْنٌ غَضَّتْ عَنْ مَحَارِمِ اللهِ
Ada tiga (orang) yang mata-mata mereka tidak akan melihat neraka pada hari kiamat: mata yang menangis karena takut kepada Allah, mata yang berjaga-jaga di jalan Allah, dan mata yang menundukkan pandangan dari segala sesuatu yang diharamkan oleh Allah.” [Di-shahih-kan oleh Al-Albany rahimahullâh dalam Ash-Shahîhah (no. 2673) dari sejumlah shahabat] 

Fb: Dzulqarnain M. Sunusi - dzulqarnain.net
Twitter: @DzulqarnainMS

Lentera Wahyu (09): Tentang Mendengar Pembicaraan Orang Lain

Lentera Wahyu [9]
Tentang Mendengar Pembicaraan Orang Lain 

Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam bersabda, 

وَمَنِ اسْتَمَعَ إِلَى حَدِيثِ قَوْمٍ، وَهُمْ لَهُ كَارِهُونَ، أَوْ يَفِرُّونَ مِنْهُ، صُبَّ فِي أُذُنِهِ الآنُكُ يَوْمَ القِيَامَةِ
Barangsiapa yang mendengar pembicaraan suatu kaum, sedang kaum itu tidak senang kepadanya atau mereka lari darinya, akan dituangkan timah putih pada telinganya pada hari kiamat.” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhary dari Ibnu ‘Abbâs radhiyallâhu ‘anhumâ

Fb: Dzulqarnain M. Sunusi - dzulqarnain.net
Twitter: @DzulqarnainM

Sabtu, 06 Agustus 2016

Fiqih Syafiiy (05): Pembagian Jenis Air dalam Thaharah

Ahad pagi, 4 Dzulqa'dah 1437 H
_

#FIQIH_SYAFIIY (05)

~~~~~~~~~~~~~~~

PEMBAGIAN JENIS AIR BERDASARKAN PENGGUNAANNYA DALAM THAHARAH

بسم اللّه الرحمن الرحيم.
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته.
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله، و بعد 
.

Para ikhwah fiddīn -a'āzaniyallāhu wa iyyākum- wa akhawāt fillāh, pada halaqah [pertemuan –ed.] yang ke-5 ini, kita akan membahas tentang "pembagian macam-macam air dilihat dari penggunaannya di dalam thahārah".

Berkata Muallif (Pengarang) -rahimahullāh- :

(( ثُمَّ المِياَه عَلَى أَرْبَعَةِ أَقْسَام ))
(( Kemudian, pembagian air ada 4 macam ))

👉 Pembagian 4 macam ini di dalam madzhab Syāfi'iyyah, di mana 3 macam adalah masyhūr di kalangan para fuqahā [para ahli fiqih –ed.] dan 1 macam khusus di dalam madzhab Syāfi'iyyah.

👉 Tiga macam yang masyhūr di dalam pembagian oleh para fuqahā:

⑴ Air yang Thahūr 
Yaitu, air yang suci dan mensucikan. Contohnya adalah Air hujan.

⑵ Air yang Thāhir
[Yaitu] air yang suci namun tidak mensucikan. Contohnya adalah Air teh.

⑶ Air yang Najis
Yaitu, air yang terkena barang atau benda-benda yang najis.

👉 Kemudian, pembagian yang khusus di dalam madzhab Syāfi'i yaitu:

⑷ Air yang Thahūr wa Makruh
[Yaitu] air yang suci dan mensucikan, akan tetapi air tersebut makruh untuk digunakan.

Berkata Muallif (Pengarang) -rahimahullāh- setelah menjelaskan bahwasanya pembagian air ada 4 macam:

(( طَاهِرٌ وَمُطَهِّرٌ غَيْرُ مَكْرُوْهٍ وَهُوَ المَاءُ المُطْلَقُ ))
(( Air yang suci dan mensucikan yang ia tidak makruh penggunaannya, maka ini adalah air mutlak ))

👉 Para ikhwah fiddīn -a'āzaniyallāhu wa iyyākum (semoga Allāh saya dan Anda sekalian)-, air ini adalah:
✔️ Air yang digunakan untuk kita bersuci.
✔️ Air yang ia dapat mengangkat hadats dan menghilangkan najis.
✔️ Dan ia adalah air mutlak.

👉 Dan apa itu air mutlak? Dikatakan oleh para ulama:

◆ كُلُّ مَاءٍ بَقِيَ عَلَى وَصْفِهِ الَّتِيْ خَلَقَهُ اللَّهُ عَلَيْهِ   
"(Yaitu) setiap air yang ia masih tetap pada sifat aslinya yang Allah ciptakan air tersebut."

Maka, ini disebut sebagai air mutlak, yaitu setiap air yang ia tetap pada sifat asli yang Allāh ciptakan ia dengannya.

Kemudian, atau kita katakan:

◆ كُلُّ مَاءٍ نَزَلَ مِنَ السَّمَاءِ أَوْ نَبَعَ مِن أَرْضِ بِدُوْنِ أَنْ يُغَيْرَهُ إسْتِخْدَامُ البَشَر وَ هٰذا وَ مَاؤُهُ طَهُوْرٌ
"Setiap air yang ia turun dari langit atau muncul ke permukaan—dari bumi—dan tidak berubah dengan penggunaan manusia, maka ini adalah air yang thahūr (suci dan mensucikan)."

👉 Apa yang dimaksud dengan:

بَقِي عَلىَ أَصْلِهِ القَطعِهِ
"Ia tetap pada sifat asalnya."

Yaitu, maksudnya adalah tidak berubah 3 sifat asli yang terkait dengan warna, bau, maupun rasanya.

✔️ Apabila berubah salah satu saja, maka air tersebut berubah dari sifat aslinya, sehingga tidak bisa digunakan untuk bersuci.

✔️ Apabila berubah karena benda yang suci, maka dia menjadi air yang suci dan tidak mensucikan.

✔️ Apabila berubah dikarenakan benda yang najis, maka dia menjadi air yang najis yang tidak suci dan tidak mensucikan.

👉 Kemudian, perlu diketahui bahwa perubahan air disebabkan benda yang suci ada 2 macam:

⑴ Perubahan yang tidak mungkin dihindari.

Seperti, misalnya, air sungai yang mengalir di tanah, di batu kapur, atau di permukaan lain yang menyebabkan perubahan warna, bau, maupun rasanya. Walaupun berubah, akan tetapi air tersebut tetap memiliki predikat "thahūr" (suci dan mensucikan).

Berbeda apabila perubahan yang kedua, yaitu:

⑵ Perubahan yang bisa dihindari.

Seperti air teh, ini bisa dihindari. Maka, apabila air kemudian diberi dengan teh dan berubah warna, rasa, dan baunya, atau salah satunya, maka dia menjadi air yang suci namun tidak mensucikan.

👉 Oleh karena itu, air [yang] disebut air mutlak adalah air yang apabila kita menyebutkan kepada orang lain, "Air," maka akan terbetik di dalam pikirannya, air yang dimaksud yaitu air yang masih tetap pada sifat penciptaannya yang pertama kali.

Demikian. Kita akan lanjutkan pada halaqah [pertemuan –ed.] berikutnya tentang pembagian yang ke-2 dari pembagian air.

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله و صحبه و سلم.
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته.
.

______________________________

🌍 BimbinganIslam[dot]com
Jum'at, 02 Dzulqa'dah 1437 H / 05 Agustus 2016 M
👤 Ustadz Fauzan S.T., M.A.
📗 Matan Abi Syuja' | Kitab Thahārah
🔊 Kajian 05 | Pembagian Jenis Air berdasarkan Penggunaannya dalam Thahārah

📦 Donasi Operasional dan Pengembangan Dakwah Group Bimbingan Islam
| Bank Mandiri Syariah
| Kode Bank 451
| No. Rek : 7103000507
| A.N : YPWA Bimbingan Islam
| Konfirmasi Transfer : +628-222-333-4004

📮 Saran dan Kritik
Untuk pengembangan dakwah group Bimbingan Islam silahkan dikirim melalui
SaranKritik@bimbinganislam[dot]com