Pages

Jumat, 03 Februari 2017

Beriman kepada Hari Akhir (30): Keadaan Manusia ketika Melihat Kedahsyatan Hari Kiamat

Jum'at (malam Sabtu), 7 Jumadal Ula 1438 H
_

#Beriman_kepada_Hari_Akhir (30)

〰〰〰〰〰〰〰〰〰

KEADAAN MANUSIA KETIKA MELIHAT KEDAHSYATAN HARI KIAMAT

السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله
.

Halaqah [pertemuan –ed.] yang ke-30 dari Silsilah Beriman kepada Hari Akhir adalah tentang “Keadaan Manusia ketika Melihat Kedahsyatan Hari Kiamat”.

👉 Ketika manusia bangkit dari kuburnya, dan melihat kedahsyatan hari Kiamat dan juga kehancuran alam semesta, mereka tercengang dan bergerak tidak tahu arah, seperti laron atau anai-anai yang berhamburan. Allah Subhânahu wa Ta'âlâ berfirman:

يَوْمَ يَكُونُ النَّاسُ كَالْفَرَاشِ الْمَبْثُوثِ
Hari di mana manusia seperti laron yang berhamburan.” (QS. Al-Qâri'ah [101]: 4)

👉 Manusia sangat takut.
◆ Seandainya ada ibu yang menyusui, niscaya dia akan lupa dengan anak yang dia susui.
◆ Seandainya ada ibu yang sedang hamil, niscaya dia akan langsung melahirkan anaknya.
◆ Dan seandainya ada anak kecil, niscaya dia akan menjadi tua. Semuanya itu adalah karena mereka sangat takut.
◆ Manusia sempoyongan seperti mabuk, padahal mereka tidak mabuk.

Lihat:
• QS. Al-Hajj [22]: 1-2
• QS. Al-Muzzammil [73]: 17

👉 Manusia akan lari dari orang-orang yang sangat dia cintai di dunia: lari dari saudaranya, dari ibu dan bapaknya, dari istri dan juga anak-anaknya. Masing-masing memikirkan keselamatan dirinya sendiri.

Lihat: QS. 'Abasa [80]: 34-37

👉 Kemudian terdengar seruan, mereka pun bersegera menuju penyeru tersebut. Allah Subhânahu wa Ta'âlâ berfirman:

يَوْمَ يَدْعُ الدَّاعِ إِلى شَيْءٍ نُكُرٍ (٦) خُشَّعاً أَبْصارُهُمْ يَخْرُجُونَ مِنَ الْأَجْداثِ كَأَنَّهُمْ جَرادٌ مُنْتَشِرٌ (٧) مُهْطِعِينَ إِلَى الدَّاعِ يَقُولُ الْكافِرُونَ هذا يَوْمٌ عَسِرٌ (٨)
Pada hari di mana penyeru akan menyeru kepada sesuatu yang mengerikan. Pandangan-padangan mereka tertunduk hina keluar dari kuburan seperti belalang yang bertebaran. Mereka datang dengan cepat kepada penyeru tersebut, seraya berkata orang-orang kafir,Ini adalah hari yang sangat sulit.’.” (QS. Al-Qamar [53]: 6-8)

👉 Adapun orang-orang yang beriman kepada hari akhir dan takut dengan kedatangan hari tersebut, dan dia beramal untuknya, maka Allah Subhânahu wa Ta'âlâ akan memberikan rasa aman di dalam menghadapi hari tersebut. Allah Subhânahu wa Ta'âlâ berfirman:

لَا يَحْزُنُهُمُ الْفَزَعُ الْأَكْبَرُ وَتَتَلَقَّاهُمُ الْمَلَائِكَةُ هَذَا يَوْمُكُمُ الَّذِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ
Mereka tidak ditimpa rasa takut karena kedahsyatan hari kiamat, dan mereka disambut malâikat yang berkata, Inilah hari yang dijanjikan untuk kalian.’.” (QS. Al-Anbiyâ` [21]: 103)

Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqah [pertemuan –ed.] kali ini, dan sampai pada bertemu pada halaqah selanjutnya.

والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
.

'Abdullâh Roy,

Di kota Al-Madînah

 Ditranskrip oleh Tim Transkrip BiAS

___________________________

🌍 Transkrip materi HSI[dot]AbdullahRoy[dot]com (diambil dari blog ApBiAS[dot]wordpress[dot]com) dengan sedikit perbaikan. 
✏️ Jum'at, 6 Jumadal Ula 1438 H / 3 Februari 2017 M
👤 Ustadz 'Abdullah Roy, M.A. (Pengajar resmi di Masjid Nabawiy, Madinah) 
📘 Silsilah Beriman kepada Hari Akhir 
🔊 Halaqah 30 | Keadaan Manusia ketika Melihat Kedahsyatan Hari Kiamat

Rabu, 01 Februari 2017

Beriman kepada Hari Akhir (29): Kejadian Dahsyat di Hari Kiamat

Kamis pagi, 5 Jumadal Ula 1438 H
_

#Beriman_kepada_Hari_Akhir (29)

〰〰〰〰〰〰〰〰〰

KEJADIAN-KEJADIAN DAHSYAT DI HARI KIAMAT 

السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

الحمد لله والصلاة والسلام على رسول لله
.

Halaqah [pertemuan –ed.] yang ke-29 dari Silsilah Beriman kepada Hari Akhir adalah tentang “Kejadian-Kejadian yang Dahsyat di Hari Kiamat”.

👉 Pada hari Kiamat, setelah bangkitnya manusia dari kubur, akan terjadi kejadian-kejadian dahsyat di alam semesta yang kita lihat, baik alam atas maupun alam bawah.

👉 Tidak ada yang mengetahui hakikat kedahsyatannya, kecuali Allah 'Azza wa Jalla.

👉 Gunung yang sedemikian besar dan kokoh menancap di bumi akan:
✔️ dijalankan oleh Allah, sehingga menjadi fatamorgana,
✔️ dan dihancurkan menjadi berkeping-keping seperti tumpukan pasir yang beterbangan atau seperti bulu yang dihamburkan.

⇒ Lihat:
• QS. Al-Wâqi'ah [56]: 5-6
• QS. Al-Muzzammil [73]: 14
• QS. An-Naba` [78]: 20
• QS. At-Takwîr [81]: 3
• QS. Al-Qâri'ah [101]: 5

👉 Bumi yang sebelumnya tenang akan:
✔️ digoncangkan dengan segoncang-goncangnya,
✔️ dan dibentangkan,
✔️ dan diganti sifatnya, sehingga menjadi jelas: rata tanpa gunung, tanpa lembah, tanpa pohon.

⇒ Lihat:
• QS. Thâhâ [20]: 105-107
• QS. Al-Wâqi'ah [56]: 4
• QS. At-Takwîr [81]: 3
• QS. Az-Zalzalah [99]: 1

👉 Laut-laut akan meluap, sehingga menjadi lautan yang satu dan akan menjadi lautan api.

⇒ Lihat:
• QS. Al-Infithâr [82]: 3
• QS. At-Takwîr [81]: 6

👉 Langit yang tujuh, yang sangat tinggi dan sangat besar, yang Allah tinggikan tanpa tiang, pada hari itu akan:
✔️ menjadi sangat lemah, akan bergetar dan pecah,
✔️ dan akan berubah warnanya menjadi warna merah seperti mawar.

⇒ Lihat:
• QS. Al-Hâqqah [69]: 16
• QS. Al-Infithâr [82]: 1
• QS. Al-Insyiqâq [84]: 1
• QS. Ar-Rahmân [55]: 37
• QS. Ath-Thûr [52]: 9
• QS. At-Takwîr [81]: 11
• QS. Al-Furqân [25]: 25

👉 Matahari akan digulung dan lenyap cahayanya. (QS. At-Takwîr [81]: 1)

👉 Bulan akan hilang cahayanya, dan akan dikumpulkan dengan matahari. (QS. Al-Qiyâmah [75]: 8-9)

Rasulullah shallallâhu 'alaihi wasallam bersabda:

الشمس والقمر مكوران يوم القيامة
Matahari dan bulan akan digulung pada hari Kiamat.” (HR. Al-Bukhâriy)

👉 Bintang yang sedemikian banyaknya akan berjatuhan dan lenyap cahayanya.

⇒ Lihat:
• QS. Al-Infithâr [82]: 2
• QS. At-Takwîr [81]: 2

👉 Ada sebagian ulama kita yang mengatakan bahwasanya semua ini terjadi di antara dua tiupan. Allâhu A'lam. Allah yang lebih mengetahui mana yang benar.

👉 Dan yang penting bagi kita semua bahwasanya kita diperintahkan untuk takut, dan supaya kita mempersiapkan diri untuk menghadapi hari tersebut.

Itulah yang bisa kita sampaikan, dan sampai bertemu kembali pada halaqah [pertemuan –ed.] selanjutnya.

والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
.

'Abdullâh Roy,

Di kota Al-Madînah

___________________________

🌍 Transkrip materi HSI[dot]AbdullahRoy[dot]com (diambil dari blog BelumPernahAda[dot]wordpress[dot]com) dengan sedikit perbaikan. 
✏️ Kamis, 5 Jumadal Ula 1438 H / 2 Februari 2017 M
👤 Ustadz 'Abdullah Roy, M.A. (Pengajar resmi di Masjid Nabawiy, Madinah) 
📘 Silsilah Beriman kepada Hari Akhir 
🔊 Halaqah 29 | Kejadian-Kejadian Dahsyat di Hari Kiamat

Selasa, 31 Januari 2017

Beriman kepada Hari Akhir (28): Kebangkitan

Rabu pagi, 4 Jumadal Ula 1438 H
_

#Beriman_kepada_Hari_Akhir (28)

〰〰〰〰〰〰〰〰〰

KEBANGKITAN

السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

الحمد لله والصلاة والسلام على رسول لله و على آله و صحبه أجمعين
.

Halaqah [pertemuan –ed.] yang ke-28 dari Silsilah Beriman kepada Hari Akhir adalah tentang “Kebangkitan”.

👉 Yang dimaksud dengan kebangkitan adalah dikembalikannya arwah kepada jasad, sehingga manusia kembali hidup.

◆ Akan digoncangkan bumi dengan segoncang-goncangnya.
◆ Akan terbuka kubur manusia.
◆ Kemudian, keluarlah semua manusia dari kuburnya dalam keadaan hidup.

Allah Subhânahu wa Ta'âlâ berfirman:

إِذَا زُلۡزِلَتِ ٱلۡأَرۡضُ زِلۡزَالَهَا (١) وَأَخۡرَجَتِ ٱلۡأَرۡضُ أَثۡقَالَهَا (٢) وَقَالَ ٱلۡإِنسَـٰنُ مَا لَهَا
Apabila bumi digoncang dengan segoncang-goncangnya dan bumi mengeluarkan beban-bebannya, dan berkatalah manusia, 'Mengapa bumi menjadi begini?'.” (QS. Az-Zalzalah [99]: 1-3 )

👉 Dan orang pertama kali yang akan terbuka kuburannya adalah Rasulullah shallallâhu 'alaihi wasallam. (HR. Al-Bukhâriy dan Muslim)

👉 Manusia akan dibangkitkan sesuai dengan keadaan dia ketika meninggal dunia. Rasulullah shallallâhu 'alaihi wasallam bersabda:

يُبْعَثُ كُلُّ عَبْدٍ عَلَى مَا مَاتَ عَلَيْهِ
Akan dibangkitkan setiap hamba sesuai dengan keadaan dia ketika meninggal dunia.” (HR. Muslim)

👉 Rasulullah shallallâhu 'alaihi wasallam mengabarkan bahwasanya:
◆ Orang yang meninggal dalam keadaan ihram haji atau umrah, maka akan dibangkitkan dalam keadaan membaca talbiyah. (HR. Al-Bukhâriy dan Muslim)

◆ Orang yang memakan riba akan bangkit seperti orang-orang yang kesurupan, yaitu dalam keadaan sempoyongan. Allah Subhânahu wa Ta'âlâ berfirman:

ٱلَّذِينَ يَأۡڪُلُونَ ٱلرِّبَوٰاْ لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ ٱلَّذِى يَتَخَبَّطُهُ ٱلشَّيۡطَـٰنُ مِنَ ٱلۡمَسِّ‌ۚ
Orang-orang yang memakan riba tidak bangkit dari kuburnya kecuali seperti bangkitnya orang-orang yang kerasukan syaithân.” (QS. Al-Baqarah [2]: 275)

👉 Inilah hari kebangkitan yang diingkari oleh orang-orang kafir dan dilalaikan oleh kebanyakan manusia. Allah Subhânahu wa Ta'âlâ berfirman:

زَعَمَ ٱلَّذِينَ كَفَرُوٓاْ أَن لَّن يُبۡعَثُواْ‌ۚ قُلۡ بَلَىٰ وَرَبِّى لَتُبۡعَثُنَّ
Orang-orang kafir menyangka bahwasanya mereka tidak akan dibangkitkan. Katakanlah, Bahkan demi Rabb-ku, kalian akan dibangkitkan.'.” (QS. At-Taghâbun [64]: 7)

👉 Hari yang sangat sulit dan sangat berat. Pada hari itu, manusia akan menyesal:
◆ Orang kafir menyesal karena tidak beriman.
◆ Orang beriman menyesal karena tidak maksimal di dalam beramal di dunia.

Semoga Allah Subhânahu wa Ta'âlâ memberikan kita dan orang-orang yang kita cintai kemudahan di dalam menghadapi hari yang sangat besar ini.

Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqah [pertemuan –ed.] kali ini, dan sampai bertemu kembali pada halaqah selanjutnya.

والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
.

'Abdullâh Roy,

Di kota Al-Madînah

___________________________

🌍 Transkrip materi HSI[dot]AbdullahRoy[dot]com (diambil dari blog AppBiAS[dot]wordpress[dot]com dengan sedikit perbaikan)
✏️ Rabu, 4 Jumadal Ula 1438 H / 1 Februari 2017 M
👤 Ustadz 'Abdullah Roy, M.A. (Pengajar resmi di Masjid Nabawiy, Madinah) 
📘 Silsilah Beriman kepada Hari Akhir 
🔊 Halaqah 28 | Kebangkitan

Senin, 30 Januari 2017

Beriman kepada Hari Akhir (27): Tiupan Sangkakala Kedua

Selasa pagi, 3 Jumadal Ula 1438 H
_

#Beriman_kepada_Hari_Akhir (27)

〰〰〰〰〰〰〰〰〰

DITIUPNYA SANGKAKALA KEDUA 

السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

الحمد لله والصلاة و السلام على رسول الله 
.

Halaqah [pertemuan –ed.] yang ke-27 dari Silsilah Beriman kepada Hari Akhir adalah tentang "Tiupan Sangkakala yang Kedua".

👉 Setelah tiupan pertama dan meninggal semua manusia, maka akan ditiup sangkakala untuk yang kedua kalinya. Dan jarak antara dua tiupan adalah 40. Allâhu A'lam, apakah 40 hari, 40 bulan, atau 40 tahun. Rasulullah shallallâhu 'alaihi wasallam bersabda dalam hadits Abu Hurairah:

بَيْنَ النَّفْخَتَيْنِ أَرْبَعُونَ
Antara dua tiupan, empat puluh.”

Mereka bertanya kepada Abu Hurairah (shahabat yang meriwayatkan hadits ini), "40 hari, atau 40, atau apakah 40 tahun?" Maka beliau (Abu Hurairah) enggan menjawabnya.  (HR. Al-Bukhâriy dan Muslim)

⇒ Para ulama mengatakan, karena tidak mengetahui ilmunya.

👉 Dan di antara dua tiupan inilah Allah Subhânahu wa Ta'âlâ akan menurunkan hujan yang ringan, yang dengan sebabnya akan tumbuh jasad manusia di dalam kuburnya, sebagaimana di dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim.

👉 Tulang ekor manusia—yang telah dikabarkan oleh Nabi shallallâhu 'alaihi wasallam—bahwasanya ia [tulang ekor] tidak akan hancur, [melainkan] akan tumbuh seperti tumbuhnya tunas setelah hujan. Sehingga terbentuklah manusia kembali dengan izin Allah Subhânahu wa Ta'âlâ. Rasulullah shallallâhu 'alaihi wasallam bersabda:

ثُمَّ يُنْزِلُ اللَّهُ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً . فَيَنْبُتُونَ كَمَا يَنْبُتُ الْبَقْلُ لَيْسَ مِنَ الإِنْسَانِ شَىْءٌ إِلاَّ يَبْلَى إِلاَّ عَظْمًا وَاحِدًا وَهْوَ عَجْبُ الذَّنَبِ ، وَمِنْهُ يُرَكَّبُ الْخَلْقُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Kemudian Allah (Subhânahu wa Ta'âlâ) akan menurunkan hujan dari langit, maka mereka pun tumbuh seperti tumbuhnya tunas. Tidak ada dari badan manusia sesuatu, kecuali akan rusak. Kecuali satu tulang, yaitu tulang ekor. Dan darinyalah akan akan dibentuk manusia pada hari Kiamat.” (HR. Al-Bukhâriy dan Muslim)

👉 Saudara sekalian, Allah-lah yang telah menciptakan dari yang tidak ada menjadi ada, dan Dia-lah yang akan membangkitkan manusia setelah matinya. Allah berfirman:

 وَهُوَ الَّذِي يَبْدَأُ الْخَلْقَ ثُمَّ يُعِيدُهُ وَهُوَ أَهْوَنُ عَلَيْهِ
Dan Dia-lah Allah (Subhânahu wa Ta'âlâ) yang menciptakan manusia dari permulaan, kemudian akan mengembalikan (menghidupkan kembali). Dan menghidupkannya itu adalah lebih mudah bagi Allah (Subhânahu wa Ta'âlâ).” (QS. Ar-Rûm [30]: 27)

👉 Setelah terbentuknya jasad semua manusia, maka malaikat akan meniup sangkakala untuk yang kedua kalinya. Dan akan dikembalikan ruh-ruh kepada jasadnya, dan hiduplah manusia serta akan dibangkitkan dari kuburnya. Allah berfirman:

 ثُمَّ نُفِخَ فِيهِ أُخْرَى فَإِذَا هُمْ قِيَامٌ يَنْظُرُونَ
Kemudian akan ditiup sangkakala yang kedua kalinya, maka tiba-tiba mereka bangkit dalam keadaan menunggu.” (QS. Az-Zumar [39]: 68)

Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqah [pertemuan –ed.] kali ini, dan sampai bertemu kembali pada halaqah selanjutnya.

والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
.

'Abdullâh Roy,

Di kota Al-Madînah

___________________________

🌍 Transkrip materi HSI[dot]AbdullahRoy[dot]com (diambil dari blog AppBiAS[dot]wordpress[dot]com dengan sedikit perbaikan)
✏️ Selasa, 3 Jumadal Ula 1438 H / 31 Januari 2017 M
👤 Ustadz 'Abdullah Roy, M.A. (Pengajar resmi di Masjid Nabawiy, Madinah) 
📘 Silsilah Beriman kepada Hari Akhir 
🔊 Halaqah 27 | Ditiupnya Sangkakala Kedua

Minggu, 29 Januari 2017

Beriman kepada Hari Akhir (26): Tiupan Sangkakala Pertama

Senin (menjelang siang), 2 Jumadal Ula 1438 H
_

#Beriman_kepada_Hari_Akhir (26)

〰〰〰〰〰〰〰〰〰

DITIUPNYA SANGKAKALA

السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

الحمد لله والصلاة و السلام على رسول الله و على آله و صحبه أجمعين
.

Halaqah [pertemuan –ed.] yang ke-26 dari Silsilah Beriman kepada Hari Akhir adalah tentang "Ditiupnya Sangkakala".

👉 Termasuk "beriman kepada hari akhir" adalah beriman dengan akan ditiupnya sangkakala.

👉 Rasulullah shallallâhu 'alaihi wasallam pernah ditanya, “Apa itu sangkakala?” Maka beliau mengatakan, “Tanduk yang ditiup.” (Hadits shahîh, riwayat Abu Dâwud, At-Tirmidziy, dan An-Nasâiy)

👉 Beberapa ayat menunjukkan bahwa sangkakala akan ditiup 2 kali, di antaranya adalah firman Allah Subhânahu wa Ta'âlâ:

ﻭَﻧُﻔِﺦَ ﻓِﻲ ﺍﻟﺼُّﻮﺭِ ﻓَﺼَﻌِﻖَ ﻣَﻦْ ﻓِﻲ ﺍﻟﺴَّﻤَﺎﻭَﺍﺕِ ﻭَﻣَﻦْ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺄَﺭْﺽِ الَّا ﻣَﻦْ ﺷَﺎﺀَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ۖ ﺛُﻢَّ ﻧُﻔِﺦَ ﻓِﻴﻪِ ﺃُﺧْﺮَﻯٰ ﻓَﺈِﺫَﺍ ﻫُﻢْ ﻗِﻴَﺎﻡٌ ﻳَﻨْﻈُﺮُﻭﻥَ
Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang ada di langit dan di bumi, kecuali siapa yang dikehendaki oleh Allah. Kemudian ditiup sangkakala itu sekali lagi, maka tiba-tiba mereka berdiri, menunggu.” (QS. Az-Zumar [39]: 68)

👉 Tiupan sangkakala yang pertama, dengannya meninggal semua yang ada di langit dan di bumi, kecuali yang Allah kehendaki.

Tiupan ini terjadi di hari Jum'at, sebagaimana dalam Shahîh Muslim.

👉 Dan setiap hari Jum'at, hewan-hewan (mereka) senantiasa memasang telinga antara waktu Shubuh sampai terbit matahari, karena takut bila ditiup sangkakala pada hari tersebut. (Hadîts shahîh, riwayat Abu Dâwud, At-Tirmidziy, dan An-Nasâiy)

👉 Bila terdengar, maka semua akan mencondongkan lehernya dan mengangkatnya.

Dan yang pertama kali mendengar adalah seorang laki-laki yang sedang memperbaiki penampungan air untuk minum untanya, maka diapun mati dan matilah semua manusia. (HR. Muslim)

👉 Waktu tersebut sangat singkat, sehingga seseorang tidak akan sempat berwasiat dan tidak ada waktu kembali ke keluarganya. Mereka meninggal di tempatnya masing-masing.

ﻣَﺎ ﻳَﻨﻈُﺮُﻭﻥَ ﺇِﻟَّﺎ ﺻَﻴْﺤَﺔًۭ ﻭَٰﺣِﺪَﺓًۭ ﺗَﺄْﺧُﺬُﻫُﻢْ ﻭَﻫُﻢْ ﻳَﺨِﺼِّﻤُﻮﻥَ ﴿٤٩﴾ ﻓَﻠَﺎ ﻳَﺴْﺘَﻄِﻴﻌُﻮﻥَ ﺗَﻮْﺻِﻴَﺔًۭ ﻭَﻟَﺂ ﺇِﻟَﻰٰٓ ﺃَﻫْﻠِﻬِﻢْ ﻳَﺮْﺟِﻌُﻮﻥَ ﴿٥٠﴾
Mereka tidak menunggu, melainkan satu teriakan saja yang akan membinasakan mereka ketika mereka sedang bertengkar. Lalu mereka tidak kuasa membuat satu wasiat pun dan tidak pula dapat kembali kepada keluarganya.” (QS. Yâsîn [36]: 49-50)

👉 Di dalam Shahîh Al-Bukhâriy, disebutkan bahwa ada sebagian yang sudah mengangkat makanan ke mulutnya, namun tidak sempat memakannya, karena sudah ditiup sangkakala.

Meninggallah seluruh manusia, dan kerajaan hari itu adalah milik Allah Subhânahu wa Ta'âlâ semata.

👉 Ketahuilah, bahwa malaikat yang akan meniup sangkakala sekarang telah menaruh sangkakala di mulutnya, mengerutkan dahi, memasang telinganya, menunggu sewaktu-waktu diperintah oleh Allah 'Azza wa Jalla. (Hadîts shahîh, riwayat At-Tirmidziy)

👉 Rasulullah shallallâhu 'alaihi wasallam ketika mengabarkan para shahabat dengan kabar ini, beliau shallallâhu 'alaihi wasallam menyeru shahabat untuk mengatakan:

حَسْبُنَا اللهُ ونِعْمَ الوَكِيْلُ عَلَى اللّهِ تَوَكَّلْنَا
Cukuplah Allah bagi kita, dan Dialah sebaik-baik wakil. Hanya kepada Allâh kita bertawakkal.” (HR. At-Tirmidziy)

Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqah [pertemuan –ed.] kali ini, dan sampai bertemu kembali pada halaqah-halaqah selanjutnya.

والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
.

'Abdullâh Roy,

Di kota Al-Madînah

___________________________

🌍 Transkrip materi HSI[dot]AbdullahRoy[dot]com (diambil dari blog BelumPernahAda[dot]wordpress[dot]com)
✏️ Senin, 2 Jumadal Ula 1438 H / 30 Januari 2017 M
👤 Ustadz 'Abdullah Roy, M.A. (Pengajar resmi di Masjid Nabawiy, Madinah) 
📘 Silsilah Beriman kepada Hari Akhir   
🔊 Halaqah 26 | Ditiupnya Sangkakala

Jumat, 27 Januari 2017

Rincian Hukum Menyentuh Mushaf Alquran bagi Orang yang Berhadas

Sabtu pagi, 30 Rabî'ul Akhir 1438 H
_

Menyentuh Mushaf Al-Quran bagi Orang yang Berhadats

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.

Pada kesempatan kali ini, ada suatu pembahasan menarik yang akan kami sajikan mengenai hukum menyentuh mushaf Al-Qurân bagi orang yang berhadats, seperti dalam keadaan tidak suci, dalam keadaan junub, dalam keadaan haidh, dan nifas. Apakah orang-orang seperti ini diperkenankan untuk menyentuh mushaf? Tentu saja, kita harus kembali pada dalil untuk membicarakan hal ini. Semoga Allah memudahkan kami untuk membahasnya.

Pendapat Ulama Madzhab

Dalam Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyah –kitab Ensiklopedia Fiqih– disebutkan:

Orang yang berhadats (hadats besar atau hadats kecil) tidak boleh menyentuh mushaf seluruh atau sebagiannya. Inilah pendapat para ulama empat madzhab. Dalil dari hal ini adalah firman Allah Ta’ala,

لَا يَمَسُّهُ إِلَّا الْمُطَهَّرُونَ
Tidak menyentuhnya, kecuali orang-orang yang disucikan.” (QS. Al-Waqi’ah: 79)

Begitu pula sabda Nabi alaihish-sholâtu wassalâm,

لاَ تَمُسُّ القُرْآن إِلاَّ وَأَنْتَ طَاهِرٌ
Tidak boleh menyentuh Al-Qurân, kecuali engkau dalam keadaan suci.”[1]

Bagaimana dengan membaca Al-Qurân? Para ulama empat madzhab sepakat bolehnya membaca Al-Qurân bagi orang yang berhadats, baik hadats besar maupun kecil selama tidak menyentuhnya.[2]

Yang dimaksud menyentuh mushaf, menurut mayoritas ulama, adalah menyentuhnya dengan bagian dalam telapak tangan maupun bagian tubuh lainnya.[3]

Penjelasan di atas menunjukkan bahwa menyentuh mushaf Al-Qurân tidak dibolehkan oleh para ulama madzhab.

Menyentuh Mushaf bagi Orang yang Berhadats Besar dan Kecil

Larangan menyentuh mushaf di sini berlaku bagi orang yang berhadats besar, seperti wanita yang sedang haidh, nifas, dan orang yang junub. Mengenai larangan menyentuh mushaf bagi yang berhadats besar, terdapat riwayat dari Ibnu ‘Umar radhiyallahuanhumâ, Al-Qosim bin Muhammad, Al-Hasan Al-Bashri, Atho’, dan Asy-Sya’bi. Bahkan sampai-sampai Ibnu Qudamah mengatakan, “Kami tidak mengetahui ada yang menyelisihi pendapat ini, kecuali Dawud (salah satu ulama Zhohiriyah).”[4]

Begitu pula larangan menyentuh mushaf di sini berlaku bagi orang yang berhadats kecil, seperti orang yang sehabis kentut atau kencing dan belum bersuci. Inilah mayoritas pendapat pakar fiqih. Bahkan Ibnu Qudamah sampai-sampai mengatakan, “Aku tidak mengetahui ada ulama yang menyelisihi pendapat ini, kecuali Dawud Azh-Zhohiri.”

Al-Qurthubi mengatakan bahwa ada sebagian ulama yang membolehkan menyentuh mushaf tanpa berwudhu.

Al-Qolyubi, salah seorang ulama Syafi’iyah, mengatakan, “Ibnu Ash-Sholah menceritakan ada pendapat yang aneh dalam masalah ini yang menyebutkan tidak terlarang menyentuh mushaf sama sekali (meskipun dalam keadaan hadats kecil maupun hadats besar).”[5]

Orang yang berhadats di sini diperbolehkan menyentuh Al-Qurân setelah mereka bersuci: untuk hadats besar dengan mandi wajib, sedangkan hadats kecil dengan berwudhu.

Menyentuh Mushaf Al-Quran dengan Pembatas ketika Berhadats 

Tentang menyentuh mushaf Al-Quran dengan pembatas ketika berhadats, maka terdapat perselisihan di antara para ulama. Ada ulama yang membolehkan dan ada yang tidak.

Namun yang tepat dalam masalah ini adalah dibolehkan menyentuh mushaf dalam keadaan berhadats dengan menggunakan pembatas, selama pembatas tersebut bukan bagian dari mushaf (artinya: tidak dibeli beserta mushaf seperti sampul). Seperti yang digunakan sebagai pembatas di sini adalah sarung tangan. Karena larangan yang dimaksud adalah larangan menyentuh mushaf secara langsung. Sedangkan jika menggunakan pembatas, maka yang disentuh adalah pembatasnya, dan bukan mushafnya. Demikian pendapat yang dipilih oleh ulama Hanbali.[6]

Membawa Mushaf Al-Quran ketika Berhadats Tanpa Menyentuh

Misalnya saja, seorang yang dalam keadaan berhadats membawa mushaf Al-Quran di tasnya, tanpa menyentuhnya secara langsung. Apakah seperti ini dibolehkan?

Pendapat yang tepat dalam masalah ini adalah dibolehkan. Yaitu, dibolehkan bagi yang berhadats (seperti orang yang junub) untuk membawa mushaf tanpa menyentuhnya secara langsung, dengan menggunakan pembatas yang bukan bagian dari Al-Quran. Karena seperti ini bukanlah disebut menyentuh. Sedangkan larangan yang disebutkan dalam hadits adalah menyentuh mushaf dalam keadaan tidak suci. Sedangkan di sini sama sekali tidak menyentuh. Inilah pendapat ulama Hanafiyah, ulama Hanabilah, dan menjadi pendapat Al-Hasan Al-Bashri, Atho’, Asy-Sya’bi, Al-Qosim, Al-Hakam, dan Hammad.[7]

Yang Dibolehkan Menyentuh Mushaf Meskipun dalam Keadaan Berhadats

Pertama: Anak kecil.

Ulama Syafi’iyah mengatakan, “Tidak terlarang bagi anak kecil yang sudah tamyiz[8] untuk menyentuh mushaf, walaupun dia dalam keadaan hadats besar. Dia dibolehkan untuk menyentuh, membawa, dan untuk mempelajarinya. Yaitu, tidak wajib melarang anak kecil semacam itu, karena ia sangat butuh untuk mempelajari Al-Qurân dan sangat sulit jika terus-terusan diperintahkan untuk bersuci. Namun, ia disunnahkan saja untuk bersuci.”[9]

Kedua: Bagi guru dan murid yang butuh untuk mempelajari Al-Quran.

Dibolehkan bagi wanita haidh yang ingin mempelajari atau mengajarkan Al-Quran di saat jam mengajar untuk menyentuh mushaf, baik menyentuh seluruh mushaf atau sebagiannya, atau cuma satu lembaran yang tertulis Al-Qurân. Namun, hal ini tidak dibolehkan pada orang yang junub, karena orang yang junub ia mudah untuk menghilangkan hadatsnya dengan mandi, sebagaimana ia mudah untuk berwudhu. Beda halnya dengan wanita haidh, ia tidak bisa menghilangkan hadatsnya begitu saja, karena yang ia alami adalah ketetapan Allah. Demikian pendapat dari ulama Malikiyah.

Akan tetapi, yang jadi pegangan ulama Malikiyah, boleh bagi orang yang junub (laki-laki atau perempuan, kecil atau dewasa) untuk membawa Al-Quran ketika mereka hendak belajar, karena keadaan yang sulit untuk bersuci ketika itu. Ia dibolehkan untuk menelaah atau menghafal Al-Quran ketika itu.[10]

Yang lebih tepat untuk laki-laki yang junub, karena ia mudah untuk menghilangkan hadatsnya, maka lebih baik ia bersuci terlebih dulu, setelah itu ia mengkaji Al-Quran. Adapun untuk wanita haidh yang inginn mengkaji Al-Quran, sikap yang lebih hati-hati adalah ia menyentuh Al-Quran dengan pembatas, sebagaimana diterangkan pada pembahasan yang telah lewat. Wallâhu a’lam.

Menyentuh Kitab-kitab Tafsir dalam Keadaan Berhadats

Ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa diharamkan menyentuh mushaf jika isinya lebih banyak Al-Qurân daripada kajian tafsir, begitu pula jika isinya sama banyaknya antara Al-Qurân dan kajian tafsir, menurut pendapat yang lebih kuat. Sedangkan jika isinya lebih banyak kajian tafsir daripada Al-Qurân, maka dibolehkan untuk menyentuhnya.[11]

An-Nawawi rahimahullâh, dalam Al-Majmu, mengatakan, “Jika kitab tafsir tersebut lebih banyak kajian tafsirnya daripada ayat Al-Qurân, sebagaimana umumnya kitab tafsir semacam itu, maka di sini ada beberapa pendapat ulama. Namun yang lebih tepat, kitab tafsir semacam itu tidak mengapa disentuh, karena tidak disebut mushaf.”[12]

Menyentuh Kitab Fiqih dan Kitab Hadits dalam Keadaan Berhadats

Menyentuh kitab fiqih dibolehkan dalam keadaan berhadats, karena kitab tersebut tidaklah disebut mushaf, dan -umumnya- isinya lebih banyak selain ayat Al-Qurân . Demikian pendapat mayoritas ulama.[13]

Begitu pula dengan kitab hadits, diperbolehkan untuk menyentuhnya, walaupun dalam keadaan berhadats. Demikian pendapat mayoritas ulama.[14]

Intinya, jika suatu kitab atau buku tidak disebut mushaf dan isinya lebih banyak tulisan selain ayat Al-Qurân , maka tidak mengapa orang yang berhadats menyentuhnya.

Menyentuh Al-Quran Terjemahan dalam Keadaan Berhadats

Jika yang disentuh adalah terjemahan Al-Qurân dalam bahasa non Arab, maka itu tidak disebut Al-Qurân. Namun, kitab atau buku seperti ini disebut tafsir, sebagaimana ditegaskan oleh ulama Malikiyah. Oleh karena itu, tidak mengapa menyentuh Al-Qurân terjemahan seperti ini, karena hukumnya sama dengan menyentuh kitab tafsir.[15] Akan tetapi, jika isi Al-Qurân-nya lebih banyak atau sama banyaknya dari kajian terjemahan, maka seharusnya tidak disentuh dalam keadaan berhadats, sebagaimana keterangan yang telah lewat.

Menyentuh Sampul Mushaf dan Bagian Lainnya

Mayoritas ulama menyatakan bahwa termasuk yang terlarang ketika berhadats di sini adalah menyentuh sampul mushaf yang bersambung langsung dengan mushaf, halaman pinggirannya yang tidak ada tulisan ayat di sana, celah-celah ayat yang tidak terdapat tulisan, dan bagian lainnya dari mushaf secara keseluruhan. Karena bagian-bagian tadi semuanya termasuk mushaf dan ikut serta ketika dibeli, sehingga dikenai hukum yang sama.[16]

Ibnu ‘Abidin mengatakan, “Pendapat yang menyatakan tidak terlarang menyentuh sampul mushaf ketika hadats lebih dekat pada qiyas (analogi). Sedangkan pendapat yang menyatakan terlarang, alasannya adalah untuk mengagungkan mushaf Al-Qurân. Pendapat yang menyatakan terlarang, itulah yang lebih tepat.”[17]

– Bersambung dalam “Dalil Pendukung” pembahasan ini di sini–

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

__________________

[1] HR. Al-Hakim dalam Al-Mustadrok-nya. Beliau mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih.

[2] Lihat Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah, 2/5916, Asy-Syamilah. Periksa pada index “hadats”, point 26.

[3] Lihat Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyah, 2/13965. Periksa pada index “Mushaf”, point 5.

[4] Lihat Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyah, 2/13964. Periksa pada index “Mushaf”, point 2.

[5] Lihat Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyah, 2/13965. Periksa pada index “Mushaf”, point 4.

[6] Lihat Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyah, 2/5697. Periksa pada index “Haa-il”, point 7.

[7] Lihat Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyah, 2/13966. Periksa pada index “Mushaf”, point 7.

[8] Yang dimaksud tamyiz adalah sudah bisa membedakan mana yang baik dan buruk, mana yang manfaat dan manakah yang bahaya.

[9] Lihat Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyah, 2/13967. Periksa pada index “Mushaf, point 8”.

[10] Lihat Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyah, 2/13968. Periksa pada index “Mushaf”, point 9.

[11] Lihat Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyah, 2/13851. Periksa pada index “Massu”, point 7.

[12] Al-Majmu, Yahya bin Syarf An-Nawawi, 2/69, Mawqi’ Ya’sub.

[13] Lihat Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyah, 2/13851. Periksa pada index “Massu”, point 8.

[14] Lihat Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyah, 2/13851. Periksa pada index “Massu”, point 9.

[15] Lihat Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyah, 2/13968. Periksa pada index “Mushaf”, point 11.

[16] Lihat Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyah, 2/13965,  index “Mushaf”, point 6 dan 2/5405, index “Jald”, point 6.

[17] Lihat Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyah,2/5405, index “Jald”, point 6.

•••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••
•••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••

Artikel Almufid.net

Sumber : www.Rumaysho.com/1161-menyentuh-mushaf-al-quran-bagi-orang-yang-berhadats.html

Rabu, 25 Januari 2017

Jangan Sampai Menangisi Hari-Hari yang Berlalu

Kamis pagi, 28 Rabî'ul Akhir 1438 H
_

JANGAN TANGISI HARI YANG BERLALU

(Oleh: Ustâdz Abu Fairuz Ahmad Ridwan,  Lc.)

Awal mula kekacauan muncul di negeri-negeri Arab sejak lelaki yang bernama Mohamed Bouazizi membakar dirinya sebagai tanda protes atas kezaliman penguasa yang tidak berpihak kepada rakyatnya. Ia membakar diri setelah gerobak sayurnya dirampas oleh polisi yang melarangnya berjualan di kaki lima.

Aksi bakar diri Bouazizi kemudian dianggap sebagai aksi heroisme dan awal dari gerakan revolusi rakyat Tunisia.

Pasca aksi bakar diri itu, hampir seluruh rakyat beserta para Intelektual, pejuang HAM, dan kaum Oposisi melakukan demo besar-besaran memprotes pemerintah.

Demonstrasi yang menelan tidak kurang dari selusinan korban tewas ini akhirnya mampu menggulingkan rezim Ben Ali yang memilih melarikan diri ke Arab Saudi pada 14 Januari 2011.

Apakah setelah itu semua dianggap selesai dan Tunisia menjadi aman?

Jawabannya: Tidak, bahkan hingga kini kekacauan politik terus mendera, keamanan tercabut, dan rakyat dalam derita nestapa yang tak berkesudahan.

Tak sampai di situ saja, aksi bakar diri yang dilakukan Mohamed Bouazizi ini menjadi inspirasi dan virus yang menyebar di kalangan pemuda Arab untuk melakukan aksi serupa di negaranya. Karena selain Tunisia, rakyat di Aljazair, Mesir, dan Mauritania kabarnya juga mengalami kesulitan hidup seperti yang terjadi di Tunisia.

Berbagai demonstrasi dan teriakan revolusi telah berhasil menggulingkan rezim-rezim Arab. Kaddafi tewas menggenaskan, Saddam Husain mati digantung, Husni mubarak tumbang menjadi pesakitan...

Tahukah Anda, apakah setelah itu semua para demonstran menjadi bahagia dan berjaya..?
Negeri mereka menjadi simbol keadilan dan kemakmuran..?

Jawabnya: Tidak. Sejak saat itu negeri-negeri tersebut tak henti dilanda kekacauan dan kehancuran.

Saban saat darah anak bangsa tertumpah, harta benda hilang, nyawa melayang. Supremasi hukum tidak tegak, KKN semakin merajalela, dan kemiskinan semakin melanda.

Negeri mereka menjadi bulanan bangsa-bangsa besar dengan segala kepentingannya. Bagaikan vampir-vampir ganas mereka menghisap habis semua kekayaan mereka.

Tiada hari tanpa kekerasan dan tangisan, perampokan dan peperangan. Fitnah merebak dan tak dapat dibendung. Pendidikan terbengkalai, ibadah tak nyaman, bagaikan hidup di atas bara api.

Kini mereka menagisi kesalahan fatal mereka setelah "nasi telah menjadi bubur". Berandai-andai kalau saja mereka mampu mengembalikan gugusan hari-hari yang berlalu, bersabar dengan kezaliman penguasa.

Nabi kita ( صلى الله عليه وسلم –ed.) telah ingatkan jauh-jauh hari, agar tidak memberontak kepada penguasa muslim sedahsyat apa pun kezalimannya.

من كره من أميره شيئا فليصبر عليه  فإنه ليس أحد خرج من السلطان شبرا فمات عليه إلا مات ميتة جاهلية.(أخرجه البخاري ومسلم)
"Barangsiapa yang tidak menyenangi sesuatu dari perilaku penguasanya, maka hendakya ia bersabar. Sesungguhnya siapa pun yang keluar memberontak kepada penguasanya meski sejengkal, dan ia mati, melainkan mati dalam keadaan jahiliyyah." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Dalam hadis ini, Nabi ( صلى الله عليه وسلم –ed.) menyuruh kita untuk bersabar terhadap kejelekan penguasa, bukan memberontak dan mengajak rakyat menggulingkan penguasanya.

-                -                   -

Zaman ini adalah zaman orang-orang menganggap pahlawan siapa saja yang berani vokal menjelek-jelekkan penguasa. Menganggap hebat orang yang berteriak-teriak lantang menyuarakan revolusi.

Para pecundang yang akan membawa bangsa ke jurang kehancuran, dinobatkan menjadi pahlawan dan pemimpin besar bagi kaum muslimin.

Mereka tidak tau betapa nikmatnya rasa aman damai di negeri ini: dapat mendengar suara azan lima waktu sehari semalam, dapat mendatangi masjid dan kajian, madrasah-madrasah tegak tanpa halangan, para ulama dan penimba ilmu bebas mendakwahkan ilmu mereka...

Kenikmatan yang ingin diraih penduduk Suria, Libiya, Tunisia, Mesir, Irak, maupun Yaman.. itu pula yang ingin kita gantikan dengan teriakan revolusi dusta yang membahana gaungnya.

Kenapa kita tidak mengambil pelajaran dari pristiwa 98, yang membuat negeri ini morat-marit, bukan lebih tentram dan damai, bahkan segalanya merosot drastis..?

Apakah akan kita perparah lagi seruan revolusi dengan mengotori makna takbir yang kita suarakan..?

Berkata Imam An-Nawawi, ulama terkemuka bermazhab Syafi'i, yang kita selalu banggakan:

" وأما الخروج عليهم وقتالهم  فحرام بإجماع المسلمين وإن كانوا فسقة ظالمين"
"Adapun keluar memberontak kepada mereka (penguasa muslim) dan memerangi mereka adalah haram dengan ijma' (kesepakatan –ed.) kaum muslimin, meskipun mereka berbuat kefasikan dan kezaliman.

وقد تظاهرت الاحاديث  بمعنى ما ذكرت وأجمع أهل السنة  على أنه لا ينعزل السلطان بالفسق
Banyak sekali keterangan dari hadis-hadis tentang apa yang kusebutkan tadi dan telah tegak ijma' (kesepakatan –ed.) Ahlus Sunnah bahwa seorang pemimpin tidak dapat dimakzulkan disebabkan kefasikannya." (Syarh An-Nawawi atas Shahih Muslim, 12/228)

Siapa saja yang mengajakmu mencela penguasa, memberontak kepada mereka, menciptakan kekacauan di mana-mana dengan mengerahkan rakyat banyak untuk menekan penguasa, maka pahamilah bahwa dia itu imam Ahlul Bid'ah dan bukan dari Ahlus Sunnah, kecuali "nyamar" berpura-pura menjadi Ahlus Sunnah untuk merusak kedamaian Ahlus Sunnah yang sesungguhnya.

Sebab, jika negeri ini bersimbah darah antara rakyat dan penguasanya, maka sudah pasti kelompok Islam sempalan semisal Rafidhah (Syi'ah –ed.) pasti akan berani tunjukkan "taring-taringnya" untuk meraih keuntungan dengan memancing di air keruh. Belum lagi musuh-musuh di luar Islam akan tertawa melihat kita berpecah belah dan dengan tanpa susah payah untuk menikmati manisnya negeri yang kaya raya ini.

-------------------------

🏡 Solo, 27 Rabiul Akhir 1438 H (25-Jan-2017)

✏️ Abu Fairuz Ahmad Ridwan, Lc.

•••••••••••••••••••••••••••••••••

Sumber: Postingan FB Ustâdz Abû Ja'far Cecep Rahmat, Lc. ( https://facebook.com/story.php?story_fbid=10208880403309159&id=1287020563 ) dengan sedikit perbaikan tanpa menghilangkan keautentikan